Sabtu, 11 April 2009


Pendidikan Untuk Daerahku


Penulis : Udin Syamsudin


Sudah lama saya tidak memperhatikan keadaan kampung nan jauh di sana, letaknya memang sangat strategis sebagai penghubung kota Jakarta, ya... kampung itu bernama curug sangereng. berbatasan antara Gading Serpong, Karawaci dan Legok. Saya tinggal bersama orang tua disana, dibesarkan, dididik dan mengenyam pendidikan disana sampai saya bisa sekolah ke Perguruan Tinggi di Jakarta adalah hasil kerja keras orang tua dan keluarga di kampung itu. Namun semenjak kehadiran Pengembang Property seperti PT. Sumarecon Agung dan PT. Paramount Serpong hadir dikawasan tersebut sungguh sangat mengenaskan terutama kemiskinan, ditambah dengan keadaan birokrasi kelurahan setempat yang kongkalingkong dengan Developer tersebut membuat banyak warga curug sangereng yang banyak dirampas haknya. Kadangkala saya selalu merenung kenapa keadilan di dunia ini susah sekali untuk ditegakkan, untuk diterapkan. Hak warga diambil, terutama tempat tinggal mereka di ganti rugi tidak sebanding dengan harga yang layak.


Kenapa para konglomerat bahkan birokrasi kecil sekalipun seperti kelurahan memakan hak-hak orang miskin. Padahal itu semua titipan dari Allah swt dan saya yakin seyakin-yakinnya warga setempat akan mendapatkan bahagiaannya di akhirat kelak. amiiin...


Semenjak saya menikah dan pindah ke daerah Ciledug Tangerang, banyak sekali perubahan yang terjadi di Curug Sangereng. Memang saya sempat mengikuti dan memilih PilKades tahun kemarin yang dimenangkan oleh Ir. Nana Edi Sudardi, namun itu semuanya tidak banyak merubah keadaan warga setempat, kemiskinan dan pendidikan sangat rendah sekali padahal Gading Serpong termasuk kawasan elit di sekitarnya.


Dari pemikiran dan perenungan itulah akhirnya saya mempunyai gagasan untuk membuat suatu lembaga pendidikan terutama pendidikan untuk yatim fiatu dan fakir miskin.

Mengetuk hati pembaca sekalian lewat pendekatan Klinik Hati, apakah selama ini hati kita tidak pernah diraba dan dirasakan bahwa disekitar kita banyak kemiskinan sehingga untuk sekolah saja sudah tidak mungkin bagi anak-anak didaerah-daerah ini. Kita mayoritas umat islam dan selalu menerapkan syariat puasa tujuannya berlapar-lapar agar kita punya hati yang sensitif untuk merasakan masyarakat yang miskin. Kita berpuasa hanya untuk gengsi-gengsian, hanya syariatnya saja yang kita praktekkan tetapi nilai-nilai dari puasa tidak pernah kita wujudkan dalam kehidupan bermasyarakat.


Ingin memang rasanya saya menulis surat kepada Presiden SBY mengenai ini, tetapi layak tidak orang seperti saya menulis kepada Presiden. Karena Presiden begitu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan terutama program-program beliau yang harus dilanjutkan.

Saya sangat mendukung langkah SBY membentuk KPK, beliau ingin mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, tetapi sekali lagi. bangsa ini sudah begitu rusaknya terutama mental birokrasinya. Mungkin sudah tepat langkah beliau tetapi siapa yang mengawasi kinerja birokrasi kelurahan kecil seperti Curug Sangereng yang dari dulu tidak pernah maju. Ironisnya yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin didaerahku.


Dulu memang pernah ada warga yang mau menghibahkan tanahnya untuk dipakai sebagai Lembaga Pendidikan tetapi apa boleh buat tanah wakaf sekalipun di gusur oleh Pengembang seperti PT. Sumarecon Agung dan PT. Paramount Serpong, dan mereka menggantinya dengan UMN (Universitas Multimedia Nusantara) di kawasan Gading serpong, untuk warga sekitar seperti kami, mana mungkin bisa sekolah dan duduk di bangku Kuliah Universitas Multimedia Nusantara.


Memang banyak dikawasan serpong pendidikan yang dari Jakarta hijrah kesini seperti Universitas Bina Nusantara, rencananya akan hadir Universitas Multimedia Nusantara dan Universitas Tarumanegara, tetapi apakah semua itu akan menjamin bahwa pendidikan akan menjadi setiap hak warga negara, saya yakin jawabannya tidak. Karena sekali lagi pendidikan seperti itu akan hanya dinikmati oleh mereka-mereka yang mampu secara finansial.

bagi warga seperti Dede Hermansyah, Imam Santoso dan anak-anak yatim yang lainnya akan mengalami putus sekolah bahkan mereka tidak sekolah sama sekali.


Dimana hati nurani kita?...kita begitu sibuk dengan gaya bermewah-mewahan, bukan berarti tidak boleh kaya tetapi apakah kita rela melihat anak bangsa yang nantinya sebagai generasi penerus ini tidak tahu apa-apa.


Apakah anda tidak percaya dengan tulisan ini bahwa kemiskinan sangat tinggi disekitar daerahku, saya hanya bisa mengetuk dengan hati nurani (saya bukan pengikut Partai Hanura Lo... kalau itu punya Pak Wiranto). seyogyanya kita mau merasakan penderitaan saudara kita, saya yakin anda dan saya setuju "stop komersialisasi pendidikan" jangan jadikan Lembaga pendidikan sebagai Industri Jasa yang hanya mengejar Keuntungan Materi saja, karena Pendidikan dipakai untuk merubah akhlak bangsa.


Bagaimana mental masyarakat kita baik terhadap cara pandang ia pada pendidikan kalau ia mau masuk sekolah aja harus membayar mahal, pasti setelah lulusnya yang akan dipikirkan bagaimana ia harus mengembalikan modal biaya selama pendidikan, ujung-ujungnya pasti ia akan mengejar materi dan akhirnya segala cara akan ia pakai (ini sebenarnya awal dari mental birokrasi kita sekarang). Masuk PNS harus bayar, istilah sekarang tidak ada yang gratis, semuanya serba bayar.

wassalam,

Bang Udin